Tak Kenal Maka Tak Sayang

-Ditulis oleh Istiadzah Rohyati-

isti

Tak kenal maka tak sayang. Memang benar pribahasa lama ini. Meski saat ini hampir seluluh manusia di penjuru dunia mengenal internet, membuat akun di dunia maya, namun tetap saja jika belum berteman belum kenal rasanya. Contoh saja kita bergabung di beberapa grup atau komunitas tertentu, tentu saja jika kita tidak berteman dengan salah satu atau beberapa anggotanya terasa hampa. Tetap saja sendiri. Untuk itulah perlunya perkenalan, dan kemudian berteman. Atau sebaliknya, berteman kemudian mengenal lebih jauh.

Agak terlambat rasanya karena saya baru perkenalan di sini, ya. Saya yang tidak mengerti awalnya dan menganggap semua orang tidak perlu mengenal saya lebih jauh, karena mereka hanya membaca tulisan saya saja tanpa tahu seperti apa saya. Tapi saya ternyata salah. Perkenalan memang perlu. Tak kenal maka tak sayang. Bagaimana orang-orang bisa tahu kalau saya tinggal di Kurdistan jika saya tidak mengenalkan? Bagaimana orang tahu kalau saya juga menulis untuk mamasejagat jika saya tidak mengenalkan?

Baiklah, saya akan memperkenalkan diri saya. Nama lengkap saya Istiadzah Rohyati, biasa dipanggil “Isti” oleh teman-teman saya. Saya seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak balita; I’am (3y3m) dan Shaki (23m). Saya tinggal di sebuah kota bernama Sulaimaniyah di bagian Utara negara Irak. Kurdistan. Singkat saja dengan Suly, begitulah masyarakat di sini menyebutnya. Atau Slemani. Tapi saya lebih suka menyebut Suly, terdengar lebih unyu-unyu. Hehehe. Saya hampir setahun tinggal di Suly. Suami saya bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi besar di Kurdistan, dan Irak, tentu saja.

Masyarakat Suly lebih suka mengakui bahwa mereka bangsa Kurdistan, bukan Irak. Dari cerita yang saya dengar, karena mereka sakit hati pada bangsa Irak terutama sejak masa penjajahan Saddam Husein dahulu kala. Saddam Husein sendiri berkebangsaan Irak, ia lahir di Baghdad. Wilayah Suly dikuasai dan penduduknya dibantai. Beberapa orang yang selamat, mereka mendapatkan suaka ke negara lain, dan tinggal selama beberapa tahun lamanya di sana sampai keadaan di Suly aman. Beberapa tahun belakangan, setelah Suly bebas dari kekuasaan Saddam (wafatnya Saddam), mereka yang mendapatkan suaka tadi pulang ke kampung halaman. Itulah asal-muasal orang Kurdistan tidak mengakui mereka berkebangsaan Irak. Kurdistan mempunyai pemerintahan sendiri, di luar Irak. Mereka juga puya bendera sendiri, bukan Irak. Namun sayangnya, mereka belum merdeka sepenuhnya, karena belum ada pengakuan dari negara lain. Bisa dikatakan, mereka memerdekakan diri sendiri.

Bisa dikatakan, Suly kini sudah merdeka dari penjajahan. Penduduk lokal tampak masih “kaget” dengan keadaan yang tenang ini. Hal ini terlihat dari ketidaksiapan mereka membenah bangunan. Hampir setiap bangunan rumah dan pusat perbelanjaan tidak memiliki lapangan parkir yang cukup, sementara penduduk Suly sebagian besar memiliki kendaraan beroda empat. Jarang sekali saya melihat kendaraan mesin beroda dua berseliweran di jalanan, paling-paling hanya 1-2 saja selama perjalanan menuju pasar atau supermarket, yang kira-kira ditempuh dengan waktu selama 15-20 menit.

Senangnya saya, di Suly tenang. Tidak ada macet dan stres. Suly aman. Saya berani bilang Suly lebih aman dari Jakarta yang hiruk-pikuknya luar biasa. Memang, perbedaan penduduk Suly dan Jakarta jauh beda, tapi saya salut dengan kota kecil ini karena mobil mewah yang diparkir di depan rumah saja bisa tetap aman setiap hari, tanpa penutup apapun. Penduduk sini ramah-ramah. Saking ramahnya, mereka antusias sekali mengajak bicara orang-orang asing yang ditemui, meski mereka tidak mengerti bahasa Inggris dan orang yang diajak bicara pun tidak mengerti bahasa Kurdi.

Oh ya, mereka menggunakan bahasa Kurdi (Kurdistan), bukan Irak. Bahasa Kurdi itu mirip-mirip bahasa Turki, menurut saya, tapi mereka menuliskannya dengan huruf arab, bukan abjad latin. Dalam satu kata bahasa Kurdi, bisa terdapat 4 huruf konsonan dengan 2 huruf vokal, misal flchai ddan: sikat gigi (baca: folcai dedaan). Jadi kebayang kan susahnya? Saya belajar bahasa Kurdi hanya antusias pada bulan-bulan pertama tinggal di sini saja, selanjutnya menyerah.

Tidak ada turis di Suly. Adapun orang-orang ekspat yang tinggal di Suly, bisa dipastikan mereka pasti bekerja di sini dan/ atau membawa keluarganya. Pertama, memang karena Suly masih baru-baru merdeka (baca: aman) namun mereka masih harus tetap waspada terhadap orang-orang asing. Kedua, saya pikir ini juga bisa jadi alasan, karena di Suly memang tidak ada tempat wisata. Satu-satunya tempat hiburan selain mall hanya pasar malam. Semacam Dufan yang hanya buka pada malam hari saja. Dan itu pun wahana-wahananya sudah memprihatinkan. Ada komidi putar yang kotor, berdebu, bersaranglaba-laba, namun tetap digunakan, tapi orang dewasa dilarang naik ke atas kudanya. Ada juga semacam bianglala dufan, tapi versi kecilnya, yang ketika saya mendekat bersuara ngik-ngik-ngik selagi berputar. Menyeramkan memang, mengingat peralatannya sudah tua. Tapi tetap saja ramai pengunjung.

Kuranglebih itu dulu perkenalan dari saya, dan tempat tinggal saya. Semoga teman-teman yang membaca ini dan tulisan-tulisan saya selanjutnya bisa mengingat dan mengenal saya lebih jauh. Atau bisa kunjungi akun facebook saya di sini dan blog pribadi saya di sini. Salam kenal semuanya, mamasejagat ^^

5 thoughts on “Tak Kenal Maka Tak Sayang

  1. bisa ga kirimin saya dalam bahasa kurdi lngsng terjemahkan kedalam bhs indonesia..kata ini..bagaimana kabar disana?jam berapa disana? manis..pahit..cantik..tampan..lucu..jelek..

    • + apa kabar?
      – choni? bashi? (gimana kabarna? baik?)

      cuma itu doang saya taunya, mas. hehehehhe
      oh iya, kalau utk tampan dan cantik itu sama. “juana”. kalau tampan/cantik sekali, itu “zor juana”.

Silahkan berkomentar